“Den, gimana persiapan resepsi pernikahanmu? Udah hampir sebulan lagi, lho,” tanya ayah sambil menyeruput kopi.
Deni tersenyum kecil, lalu menghela napas panjang. “Masih setengah perjalanan, Yah. Catering aja masih bingung pilih yang mana. Kan penting banget biar tamu puas.”
Ayah mengangguk paham. Ia memutar cangkir kopinya perlahan sambil berpikir sejenak. “Kamu udah coba ngobrol sama Bibi Ratih soal catering? Setahuku catering dia selalu bagus. Tetangga kita pakai jasanya, katanya masakannya enak dan pelayanannya rapi.”
Deni mengangkat alis, sedikit terkejut. “Oh iya, ya. Kok aku nggak kepikiran. Padahal Bibi kan memang catering-an udah lama.”
“Iya, dia sudah biasa urus acara besar. Daripada coba yang belum jelas, mending pilih yang udah terjamin,” sambung ayah dengan nada yakin.
Deni mengangguk-angguk. Pikirannya mulai membayangkan menu makanan yang biasa Bibi Ratih siapkan, dari rendang lembut hingga es buah segar yang selalu habis duluan.
“Ibu juga pasti setuju kalau kamu pakai jasa Bibi Ratih. Tinggal bicara saja nanti sama dia,” tambah ayah sambil menggigit sepotong singkong goreng.
Obrolan ringan itu membawa Deni ke percakapan telepon yang lebih serius pada sore harinya. Ia menghubungi Bibi Ratih, membicarakan detail kebutuhan catering untuk resepsi pernikahannya. Bibi dengan ramah memberikan rekomendasi menu terbaik, jadwal pengantaran, hingga dekorasi meja saji yang akan menambah keindahan acara.
Minggu pagi itu yang dimulai dengan secangkir kopi dan singkong goreng ternyata menjadi langkah awal yang penting bagi Deni. Berkat saran sederhana dari ayah, ia kini merasa lebih lega karena satu bagian penting dari resepsi sudah ada yang mengurus.
Dan di tengah kesibukan persiapan yang semakin dekat, Deni tersenyum puas. Kadang, inspirasi terbaik memang datang dari obrolan santai di pagi hari.
